Seorang kawan menawari gue satu paket raket tenis terdiri dari 2 buah raket merk Babolat lengkap dengan tasnya. Raket seken dengan kondisi 90% (halah, dah kayak iklan mobil di Pos Kota ajah…) itu dulu dibelinya di Singapura. Konon Rafael Nadal adalah pemakai setia raket merk ini. Gue pun langsung membayangkan gimana gaya gue masuk lapangan tenis dengan ikat kepala, rambut sedikit gondrong dan menenteng tas besar berisi raket-raket tenis. Benar-benar terlihat seperti petenis top yang berambisi meraih gelar Grand Slam pertamanya.
Namun banderol harga yang diberikan teman gue membuat bayangan petenis top tadi menguap dan gelar juara langsung gue serahkan ke Roger Federer. Rasanya belum layak gue menghabiskan hampir setengah bulan gaji untuk sebuah penampilan ala Rafael Nadal.
Gue segera teringat dengan kata-kata orang bijak: โsebenarnya kunci utama untuk meraih kemenangan dalam suatu peperangan bukan terletak pada senjata yang paling mematikan, tapi bagaimana kamu bisa memanfaatkan senjata yang ada untuk menghabisi lawan-lawanโ Kalau bahasa kampung gue, It depends on The Man Behind the Gun.
Hehehe… sosodara pasti bilang gue hanya lagi menghibur diri, karna ndak jadi beli raket tenis kayak yang dipake Rafael Nadal ๐ Iya juga sih. Tapi menurut gue kata-kata orang bijak itu ada benarnya. Mau bukti? Dulu Valentino Rossi merajai balapan MotoGP (…eh, kalo ngga salah namanya masih GP 500) waktu masih menggunakan motor Honda. Belakangan orang-orang bilang, terang aja bisa juara terus lha wong motornya dahsyat dan emang unggul dari banyak hal teknis dibanding pesaingnya. Di trek lurus kecepatannya uedhhan, ditikungan stabil, hayo…mau apa lagi? Tapi karna si Rossi butuh tantangan lebih, maka pindahlah ia ke tim lain dengan motor Yamaha. Motor ini secara teknis dan kemapanan masih inferior dibandingkan motor Honda. Ternyata dengan Motor Yamaha Rossi justru memantapkan dominasinya di balapan MotoGP dan ngga pernah kekeringan gelar juara. Nah bener kan? Masih mau bukti lagi?
Mumpung udah bulan Agustus nih. Sosodara pasti masih ingat kan kisah heroik para pejuang tanah air kita dalam merebut kemerdekaan? Buku-buku dan guru-guru sejarah sejak SD merawikan bagaimana dulu bangsa ini berjuang dengan menggunakan bambu runcing, keris, golok, kelewang, mandau, badik, clurit atau apapun itu melawan pasukan kompeni yang dipersenjatai bedil dan meriam. Dilihat dari sudut manapun, senjata para meneer itu jelas lebih mematikan daripada milik inlander.
Tapi sejarah mencatat, bagaimana pada akhirnya kompeni harus angkat kaki dari negeri ini. Memang harus diakui, bukan hanya bambu runcing dan keris yang mengusir si penjajah. Belakangan faktor diplomasi juga jadi unsur penting dalam memuluskan kemerdekaan Indonesia. Dan memang harus diakui juga, teramat banyak pengorbanan nyawa para pejuang berbambu runcing untuk mengalahkan penjajah berbedil. Apapun, intinya tetap sama, bukan senjata yang memenangkan suatu pertempuran tapi semangat para pemegang senjatalah yang jadi pembeda hasil akhirnya. Pejuang Indonesia berperang dengan bambu runcing dan dilandasi semangat survival for life, merebut kemerdekaan dan menegakkan harga diri bangsa. Disisi yang berseberangan, para kompeni berbedil kala itu adalah serdadu yang berperang untuk materi dan sedikit misi kejayaan bangsa dan penyebaran agama(gold, gospel and glory). Sekali lagi sejarah mencatat, senjata canggih bukanlah penentu kemenangan dalam suatu pertempuran.
Wuiih…kok jadi berapi-api gini gue nulis soal perjuangan. Iyalah, bulan Agustus kan jadi bulan yang spesial buat orang Indonesia. Kita kembali mengenang kepahlawanan para pendahulu kita. Kita kembali menggali nilai-nilai luhur perjuangan para pahlawan negeri ini. Dan yang pasti, kita harus kembali memupuk semangat ala pejuang berbambu runcing supaya bangsa kita, ditengah segala keterbatasannya, tetap mampu berdiri sama tegak dengan bangsa-bangsa besar lainnya.
Kembali ke masalah raket tenis tadi, akhirnya gue kembali mengelus-elus Prince hitam gue yang udah 10 tahun lebih menemani. Hayo, kita sikat semua lawan yang nantangin, mau pake Babolat kek, mau pake Wilson kek.
It’s not the guns, it’s the men behind the guns that win the battle… Merdeka!!!
Ps: posting ini sebenarnya gue persiapkan menyambut perayaan 17 Agustusan, tapi berhubung lagi sepi ide buat ngisi blog, terpaksa rilis nya dipercepat ๐
nie
August 4, 2009 at 6:40 am
bukan senjata..tapi tekniknya ya? hm..bener banget ๐
Anderson
August 6, 2009 at 7:12 am
Iya, tekniknya, Sis..
marshmallow
August 4, 2009 at 8:27 am
bener, da sonny. bukan senjatanya, tapi penggunanya.
seperti orang pegang kamera. biar canggih kayak apa, tapi kalau tidak jago teknik motret, kamera DSLR mahal hasilnya sama aja dengan kamera saku. hampir begitu juga sebaliknya. hehe…
gpp kok rilis tulisan ini sekarang. wong ide kan bakal datang lagi. ingat, bukan momennya, tapi otak yang memanfaatkan momennya! ๐
imoe
August 4, 2009 at 11:40 am
Bener bgt,
kalau doeloe bamboe roentjing saja tjoekoep ampoeh oentoek mengoesir penjajah, nah..itoe memboektikan bahwa siapapoen sanggoep menjadikan sesoeatoe menjadi loear biasa, tergantoeng spirit yang mengikoetinya…
Ayo sikat lawan da son..hajar tuh…..tap tap tap
zee
August 4, 2009 at 2:18 pm
Bener sih, kalo punya alat canggih tp gak tahu pakenya ya sama saja hasilnya. Jd harus senjata yg tepat dipegang oleh orang yg tepat, baru deh main banged.
pakde
August 4, 2009 at 2:28 pm
Mudah2an the man behind the gun nya bukan cuman jaga senjata aja mas, tapi bisa menggunakannya juga. senjata kan bukan aksesories… heu heu heu
Arman
August 4, 2009 at 4:30 pm
yah memang secara ideologi bener sih ya… tapi ya gak selalu kan ya…
misalnya nih sama2 suruh nyetir di jalanan yang kosong dan lurus. 1 pake mobil honda jazz, 1 nya pake ferari. suruh balapan… yah sepinter2nya yang nyetir gimana bakal menang yang ferari juga toh.. huahahaha…
yah idealnya selain orangnya yang ahli, senjatanya juga yang mantep… ๐
ammadis blog
August 4, 2009 at 6:28 pm
Padahal lama lagi lho deadline-nya…he…he…he…
Aku suka istilahnya…pas banget buat org2 yg jaim yaa…kena deh!
Boleh tukeran link nggak yaaa…????
DV
August 4, 2009 at 11:06 pm
Yupe, setuju….
Beberapa waktu lalu aku beli DSLR setelah sekian sekian lama pake kamera pocket. Tapi sayangnya waktu motret pake DSLR, banyak yang berseloroh “Ya terang bagus lha wong pake DSLR.”
Belakangan aku lebih banyak kembali memegang pocket dan memotret ketimbang pake DSLR, sampai-sampai istriku bertanya kenapa aku lebih sering pake pocket cam ketimbang DSLR yang udah kubeli mahal-mahal? ๐
Postingannya inspiratif!
Arham blogpreneur
August 5, 2009 at 8:08 am
Gapap kok release lebih cepat… buat startup menjelang hari raya ๐
vizon
August 6, 2009 at 1:29 am
Konsep “man behind the gun” ini berlaku untuk semua bidang, termasuk pengajaran.
Dalam dunia pengajaran berlaku teori semacam ini:
Teknik lebih penting dari materi, dan jiwa seorang guru jauh lebih penting dari teknik
Materi, teknik bahkan fasilitas boleh fantastis, tapi bila sang guru tidak mumpuni, maka tetap saja semuanya tiada arti…
Selamat hari kemerdekaan Son… lho? kecepatan ya… ๐
Eka Situmorang-Sir
August 6, 2009 at 3:02 am
Setujuuuuuuuuuuuuuuuuuu ๐
it’s the person not the weapon…
kreatifitas dan pribadi individulah yang menentukan hasil akhir….
Yari NK
August 6, 2009 at 3:37 am
To be more precise: It is both the guns and the men behind the guns that win the battle….. Guns are useless if there were not gunmen, au contraire, gunmen are also crippled (or they were not to be called gunmen since there were no guns!) without the guns. Fair and square, eh?? :mrgren:
AFDHAL
August 6, 2009 at 3:59 am
Sepakat…
gak usah nunggu lama2, senjatanya sudah ada langsung posting saja
*kunjungan balik n salam kenal*
nyegik
August 6, 2009 at 5:13 am
saya sih setuju sama semuannya, bahwa kesalahan yang utama itu bukan pada alatnya, tetapi para penggunaannya saja….lam kenal
nh18
August 6, 2009 at 5:13 am
Dan trainer punya menyabut gempita …
Merdeka !!!
Seberapa hebat pun senjatanya …
akan sia-sia jika tidak dipicu oleh orang yang hebat …
soyjoy76
August 6, 2009 at 7:43 am
@Marshmallow
Iya, kamera mahal (dan fitur bagus tentunya) akan semakin paten kalau yang make juga punya teknik dan kreatifitas tinggi.
@Imoe
setoedjoe, sodara Imoe…
@Zee
Hehehe…senjata yang tepat dipake orang yang tepat *membayangkan Si Pitung menyandang bazooka*
@Pakde
Heuheuheu… apa jadinya kalo tentara mau berperang tapi pada bengong gak tau cara menggunakan senjatanya..
@Arman
Yup Bro… under certain circumstances, weapons could be the ultimate decider of a win
@ammadis
boleh…ntar ta pasang link kamu yah…
Salam kenal yah…
@DV
Oh, DSLR itu toh rahasianya foto-foto di blog kamu luar biasa bagus? Hehehe…kidding Bro. I’m one of the admirer of your pics on your blog ๐
@Arham
Lebaran? Nah, ini lebih cepat lagi rilis nya… ๐
@vizon
“Sifu, teach me kungfu…!” *dengan style film kungfu mandarin yang di dubbing*
Merdeka..!!!
@Eka
hahahaha….. *mbah SUrip Style*
Setuju Ito, senjata yang bagus dipadu dengan kreativitas penggunanya pasti luar biasa mantep tho, asik, tho…(halah, Mbah Surip lagi)
@Yari
Yes Sir, Agree, Sir.. ๐
@Afdhal
Selamat datang, Mas Afdhal. I’ve been waiting…hehehe
@nyegik
Salam kenal juga mas nyegir…eh, nyegik ๐
@nh18
Merdeka Om…Merdeka…
mascayo
August 6, 2009 at 2:47 pm
kalau orangnya dah hebat ditambah toolsnya hebat, malah bisa jadi tak terkalahkan yaa ๐
Riris Ernaeni
August 7, 2009 at 1:26 am
Yang penting taktik dan kesiapan fisik, ya? tapi kalo ditambah peralatan yg Hebat juga lebih maksimal..:D
soyjoy76
August 7, 2009 at 2:04 am
@mascayo
….mmhh…idealnya sih gitu, mas ๐
@Riris
yup…pokoke jadi makin pede lah ngadapin lawan
boyin
August 7, 2009 at 2:30 am
menyambut 17an ini aku terpilih menjadi pasukan paskibra untuk di KBRI phnom penh…haaa..saksikan postinganku yang akan datang yah…heee
Wempi
August 7, 2009 at 6:40 am
ngintip dibalik tirai. yang dicari tahu siapa yang ngintip, bukan tirai apa yang digunakan sipengintip.
wah… komen yang ngelantur yak…
kristo
August 8, 2009 at 2:35 am
emang bener…thx ud nyemangatin gw dr tulisan ini…
Ade
August 13, 2009 at 2:29 am
and also the wife ho stands beside the man wkwkwkwk ๐